Dengan menyandang nama sebagai daerah religius islami yang tercermin dari banyaknya jama’ah haji (penyumbang 3 besar jamaah haji terbanyak di provinsi jawa tengah), pada tahun 1983 muncul gagasan untuk mewujudkan potensi tersebut dengan pembangunan gedung pertemuan haji, atau pembangunan Rumah Sakit Islam (RSI). Bupati Jepara yang saat itu dijabat oleh Bapak Hisom Prasetyo, S.H. cenderung lebih memilih membangun RSI yang dipandang bisa lebih bermaslahat bagi umat. Ide beliau mendapat dukungan dan sambutan dari pengurus PPHI (Persatuan Persaudaraan Haji Indonesia), para ulama, tokoh masyarakat dan beberapa tokoh lainnya untuk membangun RSI PPHI yang sekaligus sebagai media perekat Ukhuwwah Islamiyyah.
Pada tahun 1984, sebidang tanah “bondo deso” (tanah bengkok) di tepi jalan raya Jepara -Bangsri, yang berlokasi di Desa Kuwasen dipilih bupati berdasarkan letak geografis dan kesetrategisannya untuk dapat didirikan RSI tersebut. Proses tukar guling dengan sebidang tanah di Dukuh Sekembu Desa Bandengan baru selesai pada bulan Desember 1985, dikarenakan proses penggalangan dana dari para dermawan, masyarakat maupun pengusaha kayu (HPKJ = Himpunan Pengusaha Kayu Jati) sebagai penyumbang terbesar, membutuhkan waktu yang cukup untuk dapat membeli tanah seluas 2 Ha di Dukuh Sekembu seharga 15 juta (perbandingan antara tanah bengkok dan tanah tukar guling = 1:2).
Pada tanggal 29 Maret 1985, dibentuk panitia pembangunan RSI yang di dalamnya terdapat Bupati dan Muspida sebagai pelindung , serta yang bertindak sebagai penasehat adalah tokoh ulama, Ketua PPHI dan Ka.Kandepag.
Pada tanggal 24 Juli 1985 dibentuk Yayasan Rumah Sakit Islam, yang diketuai oleh H. Zainuddin, B.A yang saat itu menjabat sebagai Ka.Bag. Kesra di Pemda Jepara. Di perjalanan kepengurusan yayasan terjadi beberapa kali perubahan personil yakni di tahun 1989 dan 2008.
PEMBANGUNAN
Peletakan batu pertama pembangunan RSI (Gedung Shofa) dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 1989 oleh Bupati Jepara Bapak Hisom Pasetyo, S.H. Pada tahap awal berdirinya RSI dana pembangunan terutama berasal dari sumbangan jamaah haji, didukung para dermawan, sumbangsih masyarakat serta bantuan Pemda dan lain-lain. Pada pembangunan Gedung Muzdalifah 12 kamar diwujudkan atas sumbangan dari beberapa pihak, yaitu dari unsur pemerintah, organisasi swasta dan tokoh masyarakat.
Pada masa awal pembangunan RSI, tidak terlepas dari kedudukan bupati sebagai pelindung/Ketua Pembina Yayasan dan Sekda sebagai Ketua Pengurus Yayasan, maka ada beberapa bantuan yang telah diterima, yakni :
- Ambulance HiAce (1975) diterima tahun 1990;
- Ambulance Kijang (1985) diterima tahun 2000;
- Ambulance Isuzu Panther (2010) diterima pada tahun 2010;
- Pengadaan alat kesehatan dan lain-lain (rata-rata Rp.125Jt/tahun);
- Pembuatan senderan, pagar, saluran air dan lain-lain (dikaitkan dengan proyek pembangunan APBD Kabupaten)
Alhamdulillah beberapa tahun terakhir pembangunan fisik / gedung dan pembelian alat kesehatan praktis dibiayai secara swadaya / mandiri oleh RSI.
PERESMIAN DAN NAMA RSI
Peresmian RSI dilaksanakan pada tanggal 20 Desember 1989 oleh Bapak H.Hisom Prasetyo,S.H. dengan nama RSI M.A.Ngasirah untuk mengenang ibunda Pahlawan Nasional R.A. Kartini.
Atas usulan dari para karyawan RSI yang diinisiasi dan dikoordinir oleh Sdr. Dana Budihadie (Ka. Sub. Bag. Keuangan) guna menghormati tokoh legendaris dan ulama dari Mantingan, yakni suami ratu kalinyamat, maka sejak 1 Desember 2000 RSI M.A. Ngasirah berganti nama menjadi RSI Sultan Hadlirin (Disetujui YARSI dengan SK No.27/Kep/XII/2000).